Nekopoi.web.id - Cerita:
Di sudut kecil dunia yang selalu dipenuhi warna-warna lembut, ada seorang gadis bernama Nui, sosok yang dikenal sebagai si manis coklat imut.
Ia bukan sekadar manis karena parasnya, tapi karena seluruh auranya memancarkan kelembutan hangat—seperti coklat yang meleleh perlahan, menyelimuti siapa pun yang berada di dekatnya dengan kenyamanan yang sulit dijelaskan.
Nui memiliki pesona yang berbeda dari yang lain. Ia memiliki rambut berwarna coklat lembut, seperti campuran antara susu dan karamel, bergerak pelan setiap kali ia berjalan. Rambut itu berkilau terkena cahaya matahari, seperti permukaan coklat glossy yang baru dipoles. Ujung rambutnya kadang melambai lucu, seolah ikut mengekspresikan kepribadiannya yang ceria.
Matanya besar, jernih, dan penuh rasa ingin tahu. Dalam kedua bola mata itu, warna coklatnya tampak seperti coklat hangat yang baru diseduh—mendalam, menenangkan, dan memikat. Ada kilau kecil yang selalu muncul saat Nui melihat sesuatu yang ia sukai: binar polos yang menciptakan kesan manis tanpa perlu usaha apa pun.
Senyumnya… ah, senyum itu adalah suguhan paling lembut yang bisa diberikan dunia kepadanya. Manis, tulus, dan murni—seperti gigitan pertama dari coklat premium yang langsung membuat hati bahagia. Setiap kali ia tersenyum, suasana di sekitarnya menjadi lebih ringan, seakan angin lembut membawa aroma coklat ke mana-mana.
Nui punya kebiasaan memeluk lengan bajunya sendiri setiap kali merasa gugup. Gerakan kecil itu membuatnya tampak semakin imut, seperti anak kucing yang mencari kenyamanan. Namun justru itulah yang membuatnya disukai banyak orang—gestur sederhana yang menunjukkan kejujuran dalam perasaannya. Ia tidak mencoba menjadi imut, tapi dunia yang melihatnya dengan mudah menganggapnya begitu.
Kehadirannya tak pernah terasa berlebihan. Ia lembut seperti coklat yang perlahan meleleh di lidah, tidak langsung menyerang dengan rasa kuat, tapi hadir dalam kehangatan yang konsisten. Ketika ia berbicara, suaranya seperti nada halus yang manis, membuat orang ingin mendengar lebih lama. Nada suaranya membawa ketenangan, seolah dunia yang bising berubah menjadi sore sunyi penuh ketenteraman.
Ada suatu sore, ketika cahaya matahari jingga masuk melalui jendela kamar Nui. Ia duduk di samping meja kecilnya, memakai sweater coklat muda yang kebesaran. Sweater itu menutupi sebagian tangannya, membuat gerakannya terlihat tiga kali lebih imut dari biasanya. Ia sedang menikmati coklat panas sambil menggambar sesuatu kecil di buku sketsa.
Di setiap goresan pena, terlihat betapa lembutnya hatinya. Ia menggambar hal-hal yang membuatnya bahagia: kelinci lucu, bunga-bunga kecil, dan pola-pola sederhana yang ia ulangi karena menurutnya terlihat “gemes”. Ketika gambar itu selesai, ia menatapnya dengan mata berbinar, seperti anak kecil yang bangga dengan hasil karya pertamanya.
Saking manisnya ia, teman-temannya sering menggoda dengan memanggilnya “si coklat lembut”. Awalnya Nui malu, tapi lama-lama ia tersenyum setiap kali mendengarnya. Bagi Nui, itu seperti panggilan sayang yang hangat—bukan ejekan, bukan bercanda berlebihan, tetapi ungkapan bahwa dunia melihatnya sebagai seseorang yang membawa kebaikan dan kenyamanan.
Ketika Nui berjalan di tengah keramaian, langkahnya ringan, hampir seperti melayang. Ia bukan tipe yang menarik perhatian dengan suara keras atau tingkah mencolok. Justru sifatnya yang halus dan tenang membuat orang mudah menaruh simpati. Ia seperti udara hangat di pagi hari—tidak terlihat, tapi membuat segala sesuatu terasa lebih nyaman.
Nui juga punya sisi polos yang membuatnya semakin menggemaskan. Ketika ia bingung, alisnya akan naik sedikit, bibirnya mengerucut, dan ia akan memiringkan kepala. Gerakan itu membuat semua orang di sekitarnya tertawa kecil karena terlalu manis untuk diabaikan. Tapi Nui hanya tersenyum malu, memegang pipinya yang mulai memerah.
Di balik semua sisi imutnya, Nui memiliki hati yang sangat lembut. Ia mudah tersentuh oleh hal kecil, mudah peduli, dan mudah merasakan kasih sayang. Kalimat sederhana seperti “terima kasih” atau “kamu hebat hari ini” bisa membuat dirinya tersenyum seharian. Ia menghargai hal-hal kecil dengan cara yang mendalam—sesuatu yang jarang dimiliki banyak orang.
Dan semakin lama seseorang mengenalnya, semakin jelas bahwa manisnya Nui bukan sekadar tampilan luar. Ia manis dalam cara ia mendengarkan, cara ia memahami, dan cara ia selalu berusaha memberikan kenyamanan meski dirinya sendiri kadang merasa lelah. Ia seperti coklat yang bukan hanya enak dimakan, tapi juga membawa kebahagiaan bagi yang menikmati aromanya.
Di malam hari, ketika angin mulai dingin, Nui biasanya duduk di dekat jendela sambil memeluk bantal kecil berbentuk hati. Ia menatap langit dengan mata mengantuk, rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Cahaya bulan membuatnya terlihat seperti ilustrasi gadis manis dari buku cerita—lembut, hangat, dan menenangkan. Momen itulah ketika manisnya benar-benar terasa, sekali lagi membuktikan bahwa Nui memang diciptakan untuk membawa kelembutan di dunia yang serba cepat ini.
Nui memiliki pesona yang berbeda dari yang lain. Ia memiliki rambut berwarna coklat lembut, seperti campuran antara susu dan karamel, bergerak pelan setiap kali ia berjalan. Rambut itu berkilau terkena cahaya matahari, seperti permukaan coklat glossy yang baru dipoles. Ujung rambutnya kadang melambai lucu, seolah ikut mengekspresikan kepribadiannya yang ceria.
Matanya besar, jernih, dan penuh rasa ingin tahu. Dalam kedua bola mata itu, warna coklatnya tampak seperti coklat hangat yang baru diseduh—mendalam, menenangkan, dan memikat. Ada kilau kecil yang selalu muncul saat Nui melihat sesuatu yang ia sukai: binar polos yang menciptakan kesan manis tanpa perlu usaha apa pun.
Senyumnya… ah, senyum itu adalah suguhan paling lembut yang bisa diberikan dunia kepadanya. Manis, tulus, dan murni—seperti gigitan pertama dari coklat premium yang langsung membuat hati bahagia. Setiap kali ia tersenyum, suasana di sekitarnya menjadi lebih ringan, seakan angin lembut membawa aroma coklat ke mana-mana.
Nui punya kebiasaan memeluk lengan bajunya sendiri setiap kali merasa gugup. Gerakan kecil itu membuatnya tampak semakin imut, seperti anak kucing yang mencari kenyamanan. Namun justru itulah yang membuatnya disukai banyak orang—gestur sederhana yang menunjukkan kejujuran dalam perasaannya. Ia tidak mencoba menjadi imut, tapi dunia yang melihatnya dengan mudah menganggapnya begitu.
Kehadirannya tak pernah terasa berlebihan. Ia lembut seperti coklat yang perlahan meleleh di lidah, tidak langsung menyerang dengan rasa kuat, tapi hadir dalam kehangatan yang konsisten. Ketika ia berbicara, suaranya seperti nada halus yang manis, membuat orang ingin mendengar lebih lama. Nada suaranya membawa ketenangan, seolah dunia yang bising berubah menjadi sore sunyi penuh ketenteraman.
Ada suatu sore, ketika cahaya matahari jingga masuk melalui jendela kamar Nui. Ia duduk di samping meja kecilnya, memakai sweater coklat muda yang kebesaran. Sweater itu menutupi sebagian tangannya, membuat gerakannya terlihat tiga kali lebih imut dari biasanya. Ia sedang menikmati coklat panas sambil menggambar sesuatu kecil di buku sketsa.
Di setiap goresan pena, terlihat betapa lembutnya hatinya. Ia menggambar hal-hal yang membuatnya bahagia: kelinci lucu, bunga-bunga kecil, dan pola-pola sederhana yang ia ulangi karena menurutnya terlihat “gemes”. Ketika gambar itu selesai, ia menatapnya dengan mata berbinar, seperti anak kecil yang bangga dengan hasil karya pertamanya.
Saking manisnya ia, teman-temannya sering menggoda dengan memanggilnya “si coklat lembut”. Awalnya Nui malu, tapi lama-lama ia tersenyum setiap kali mendengarnya. Bagi Nui, itu seperti panggilan sayang yang hangat—bukan ejekan, bukan bercanda berlebihan, tetapi ungkapan bahwa dunia melihatnya sebagai seseorang yang membawa kebaikan dan kenyamanan.
Ketika Nui berjalan di tengah keramaian, langkahnya ringan, hampir seperti melayang. Ia bukan tipe yang menarik perhatian dengan suara keras atau tingkah mencolok. Justru sifatnya yang halus dan tenang membuat orang mudah menaruh simpati. Ia seperti udara hangat di pagi hari—tidak terlihat, tapi membuat segala sesuatu terasa lebih nyaman.
Nui juga punya sisi polos yang membuatnya semakin menggemaskan. Ketika ia bingung, alisnya akan naik sedikit, bibirnya mengerucut, dan ia akan memiringkan kepala. Gerakan itu membuat semua orang di sekitarnya tertawa kecil karena terlalu manis untuk diabaikan. Tapi Nui hanya tersenyum malu, memegang pipinya yang mulai memerah.
Di balik semua sisi imutnya, Nui memiliki hati yang sangat lembut. Ia mudah tersentuh oleh hal kecil, mudah peduli, dan mudah merasakan kasih sayang. Kalimat sederhana seperti “terima kasih” atau “kamu hebat hari ini” bisa membuat dirinya tersenyum seharian. Ia menghargai hal-hal kecil dengan cara yang mendalam—sesuatu yang jarang dimiliki banyak orang.
Dan semakin lama seseorang mengenalnya, semakin jelas bahwa manisnya Nui bukan sekadar tampilan luar. Ia manis dalam cara ia mendengarkan, cara ia memahami, dan cara ia selalu berusaha memberikan kenyamanan meski dirinya sendiri kadang merasa lelah. Ia seperti coklat yang bukan hanya enak dimakan, tapi juga membawa kebahagiaan bagi yang menikmati aromanya.
Di malam hari, ketika angin mulai dingin, Nui biasanya duduk di dekat jendela sambil memeluk bantal kecil berbentuk hati. Ia menatap langit dengan mata mengantuk, rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Cahaya bulan membuatnya terlihat seperti ilustrasi gadis manis dari buku cerita—lembut, hangat, dan menenangkan. Momen itulah ketika manisnya benar-benar terasa, sekali lagi membuktikan bahwa Nui memang diciptakan untuk membawa kelembutan di dunia yang serba cepat ini.
NOTE : Silahkan download, sekarang streaming non-aktif karena kebijakan baru. Hati-hati terlalu berlebihan
[.pdf_Neko]_Nui: Cerita Lokal

